“Ya, Allah jadikan dunia di tanganku, dan jadikanlah akhirat di hatiku.” (Abu Bakar Ash-Shidiq)
Pemaknaan yang keliru mengenai hakekat zuhud, sedikit banyak telah menempatkan ummat Islam menjadi ummat terbelakang. Sampai detik ini, kemiskinan, kelaparan dan kebodohan terus mendera negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Benarkah kezuhudan hanya bisa diperoleh dengan kemiskinan? Benarkah Islam mengajarkan kepada ummatnya agar menutup diri dari kehidupan dunia?
Abu Bakar Ash-Shidiq, merupakan salah seorang sahabat Nabi paling utama. Yang kezuhudannya tidak diragukan lagi. Namun ia tetap rajin berniaga mencari rizki Allah. Bahkan termasuk salah seorang saudagar terkaya di zaman Nabi. Ia ingin agar Allah mengaruniakan dunia untuknya, dalam kekuasaan dan pengelolaannya. Sehingga bisa dipergunakan untuk jihad fi sabilillah. Sejarah mencatat bahwa Abu Bakar tanpa ragu-ragu menyumbangkan hampir seluruh harta bendanya demi perjuangan Islam. Semua itu karena ia meletakan dunia di tangan bukan di hati. Demikian juga yang dicontohkan para konglomerat di zaman Nabi, semisal Umar bin Khatab dan Abdurahman bin ‘Auf.
Zuhud bukan bermakna miskin, tetapi zuhud lebih bertekan kepada sikap mental seseorang dalam memandang dunia. Sehingga tidak ada alasan bagi ummat Islam untuk berpangku tangan dan enggan bekerja dengan alasan demi mencapai kezuhudan. Karena Allah juga memerintahkan kita untuk mencari kebahagiaan dunia,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Al_Qashash [28]: 77)
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, Zuhud berarti meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya di akherat.” Sedang Fudhlail bin Iyaadl menerangkan, “Pada dasarnya zuhud berarti rela menerima apa yang diberikan Allah.”
Seorang zahid sebetulnya adalah mereka yang bisa memandang dunia dengan benar. Bahwa dunia ini bukanlah tujuan melainkan sebuah sarana mencapai kebahagiaan yang kekal. Sehingga seorang zahid tidak terpedaya oleh kenikmatan dunia. Allah berfirman, artinya,
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Al_Mu’minun [40]: 39)
Mereka berbeda dengan orang-orang kafir yang semata-mata memburu dunia,
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la [87]: 16-17). Bahkan kelakuan mereka diibaratkan seperti binatang, “Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka. (Muhammad [47]: 12)
Islam memerintahkan umatnya untuk melakukan zuhud. Karena zuhud menjadi salah satu amalan yang bisa mengantarkan seseorang meraih kecintaan dari Allah dan sesama manusia. Dalam suatu riwayat dikisahkan seseorang bertanya kepada Reasulullah, “Ya Rasulullah, tunjukilah saya satu amalan yang apabila saya amalkan Allah dan manusia akan senang kepada saya.”. Rasululllah menjawab, “Berlaku zuhudlah engkau di dalam dunia, niscaya engkau akan disayangi Allah dan berlaku zuhudlah pada apa yang ada di dunia, niscaya engkau akan disayangi manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Jelaslah bahwa kezuhudan adalah sikap mental manusia dalam memandang dunia. Mereka tetap giat bekerja tetapi tidak lalai dari mengingat Allah. Dan mereka lebih mengharapkan bagian di akhirat,
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Asy_Syuura [42]: 20)
Semoga Allah memasukan kita ke dalam golongan ini. Amin.
(Pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah)