-->

TABLIGH: Semangat untuk berbagi

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” QS. Al Maidah ayat 67

Hal mendasar yang menjadi pembeda antara Nabi dan Rasul ialah tabligh (menyampaikan). Seorang Nabi diberi ajaran agama untuk dirinya sendiri. Sedangkan seorang Rasul menerima ajaran agama untuk dirinya sendiri lalu harus disebarkan kepada kaumnya. Seorang Rasul otomatis juga Nabi. Tetapi seorang Nabi belum tentu diangkat menjadi Rasul.

Nabi Hud diutus kepada kaum 'Aad. Nabi Shaleh diutus kepada kaum Tsamud. Nabi Syu’aib diutus kepada penduduk Madyan. Nabi Musa dan Nabi Isa diutus untuk Bani Israil. Sedangkan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul penutup diutus untuk semesta alam.

Seorang Rasul mempunyai tanggungjawab yang berat. Karena ia harus membagi ajaran yang diterimanya dan mengajak orang lain untuk mengikuti. Sudah pasti semua itu akan mengundang pertentangan dari kaumnya. Tidak jarang para Rasul dianggap sebagai orang gila, orang yang kesurupan atau tukang sihir. Mereka dicaci maki, diancam secara fisik, diteror secara mental, diusir dari negerinya bahkan dibunuh.

Sifat tabligh mengajarkan kepada kita untuk berbagi. Berbagi apapun dalam kebaikan. Karena Allah tentu memberi kita suatu potensi yang bisa dibagi dengan orang lain. Entah itu ilmu, tanaga, ide, saran, dana dan sebagainya.

Simak kisah berikut, bagaimana para sahabat berebut dalam berbagi harta yang mereka dapatkan.

Suatu saat Khalifah ‘Umar mendapat kiriman harta. Beliau segera menyuruh pembantunya untuk mengantar sebagian harat itu kepada Abu Ubaidah bin Jarrah. ‘Umar berpesan kepada pembantunya agar memperhatikan apa yang dilakukan Abu Ubaidah dengan harta kiriman itu. Ternyata Abu Ubaidah segera menyuruh pembantunya untuk membagikan harta kepada orang-orang miskin.

Pembantu ‘Umar pulang dan menceritakan kejadian itu.

Khalifah ‘Umar kemudian menyuruh pembantunya mengantar harta kepada Muadz bin Jabal dan memperhatikan apa yang dilakukan Muadz bin Jabal. Ternyata Muadz segera menyuruh pembantunya untuk membagi harta kepada fakir miskin hingga habis.

Pembantu ‘Umar pulang dan menceritakan kejadian itu.

Selanjutnya ‘Umar mengutus pembantunya mengantar harta kepada Saad bin Abi Waqqas, ternyata Saad pun melakukan hal yang sama, ia segera membagikan harta kiriman dari ‘Umar itu.

Demikianlah hingga Khalifah ‘Umar menangis karenanya.

Orang yang suka berbagi sebenarnya dia sedang menyiapkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Karena apa yang ia bagikan akan kembali. Bahkan dalam jumlah yang lebih besar dan bermanfaat. Tentu tanpa bisa diduga. Allah sendiri memberi jaminan sepuluh kali lipat.

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (Al An’am [6]: 160)

Satu dibalas sepuluh. Satu kebaikan yang kita bagi kepada orang lain akan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Memang kadang tidak secara langsung kita rasakan. Kadang tidak bisa diamati dengan mata kepala. Tidak mesti pula datang dari orang yang kita bantu. Tetapi yakinlah kebaikan yang Anda berikan itu akan terbalas.

Bisa jadi dengan kebaikan itu Allah menutup satu pintu kesengsaraan di masa datang. Atau mematikan satu bibit penyakit yang bisa menyerang tubuh kita. Intinya mudah dan banyak cara bagi Allah untuk membalas kebaikan itu melalui jalan yang tidak kita sadari.

Sebaliknya, jika kita pelit kehidupan akan menjadi sempit. Potensi yang ada bisa jadi berbahaya. Seperti air yang ditampung tanpa dialirkan. Air pada sebuah bendungan dalam jumlah besar sewaktu-waktu bisa ambrol menjadi banjir yang membinasakan. Air sedikit yang tergenang tanpa mengalir akan menjadi sarang nyamuk dan berbagai kuman penyakit. Air yang mengalir menjadi lebih bermanfaat.

Harta yang tidak dibagi akan dikalungkan ke leher orang yang bakhil di akhirat kelak.

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.” Ali ‘Imran ayat 180.

Ilmu yang tidak dibagi pun demikian. Orang yang pelit berbagi, ilmu justru akan menjadi bumerang bagi yang membinasakan bagi si pemiliknya.

Kekuasaan atau kekuatan yang tidak dibagi dalam sebuah organisasi atau negara akan cenderung menghasilkan kazaliman. Seperti Fir’aun yang karena kekuasaannya seolah tak terbatas kemudian menjadi sombong.

Dalam organisasi orang yang memiliki kewenangan lalu dia tidak mau berbagi kepada rekan lainnya sesuai posisi masing-masing akan menjadikan organisasi tersebut tidak sehat karena menjadi anti kritik. Orang segan memberi saran, apalagi kritikan.

Semangat tabligh mengajarkan kita untuk berbagi. Menyampaikan hak-hak orang lain yang telah dititipkan Allah pada kita. Karena ia memang bukan milik kita.

LihatTutupKomentar