-->

Menegakkan Keadilan Hukum dengan Nurani

Keadilan sering dimaknai dengan al musawah (persamaan) dan al qisth (seimbang). Inilah salah satu sendi ajaran Islam. Dalam bidang hukum, keadilan mesti mencakup semua orang tanpa terkecuali. Rasulullah dalam sebuah kesempatan dengan tegas mengungkapkan. “Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya." (HR Muttafaq 'alaih). Pernyataan yang mengisyaratkan tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk keluarga Rasulullah.


Bahkan seorang pun harus berlaku adil terhadap dirinya sendiri, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatnu.” (An Nisaa’ [4]: 135)

Kebencian terhadap suatu kaum, tidak bisa dijadikan alasan mengabaikan keadilan. “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Al Maidah [5]: 8)

Tetapi keadilan hukum menurut Islam tidak terpancang sepenuhnya terhadap teks perundangan yang telah ditetapkan dengan mengabaikan hati nurani dan rasa kemanusiaan. Islam memandang perlu merunut sebab seorang melanggar hukum. Seorang pencuri yang terbukti bersalah menurut Islam diberi hukuman potong tangan. Meski demikian harus ditelusuri apa penyebab ia mencuri. Jika itu dilakukan semata untuk mengatasi kelaparan, maka ia bisa di bebaskan. Demikianlah keadilan hukum diwujudkan dengan menyeluruh. Mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan.

Lebih dari itu, hukum berlaku untuk siapa saja, untuk orang kaya atau miskin. Rakyat jelata maupun seorang raja. Baju keduniawian tidak mempengaruhi kedudukan seseorang di depan hukum. Ketika kaum Quraisy mengutus Usamah Zaid agar Rasulullah berkenan membebaskan seorang wanita bangsawan Quraisy dari Bani Makhzumiyah yang mencuri, Rasulullah menolaknya. 

"Sesungguhnya hancur binasa bangsa-bangsa sebelum kamu disebabkan, bila yang mencuri datang dari kalangan kaum elite, mereka biarkan tanpa diambil tindakan apa pun. Tetapi, bila yang mencuri datang dari orang-orang lemah, segera mereka ambil tindakan.” (Muttafaq’alaih)

LihatTutupKomentar