Dari Abu Dzar, Rasul Saw. bersabda; “Hai
Abu Dzar, ketika kau memasak kuah, perbanyaklah airnya, dan perhatikanlah
tetanggamu.” (HR. Muslim). Dalam hadits lain dari Abu Hurairah, Rasul Saw.
bersabda, “Hai kaum hawa yang beragama Islam, sekali-kali jangan berhati kecil
(jangan merasa hina) sewaktu akan memberi hadiah kepada tetangga, sekalipun
hanya sepotong kikil kambing.” (HR. Bukhari-Muslim).
Mungkin timbul pertanyaan kenapa Rasul
begitu menekankan sedekah yang berupa makanan ini. Ya, ternyata rekatnya tali
ukhuwah bisa bermula dari makanan. Saling berbagi makanan antar tetangga dapat
mempererat tali silaturrahim. Karena yang dipandang bukan apa yang diberikan
tetapi lebih bagaimana seorang memiliki perhatian kepada tetangga lain.
Pengaruh makanan memang luar biasa. Coba
tengok kira-kira apa yang mampu membuat sekelompok anak muda rela bergabung
pada sebuah gank? Salah satu faktor utamanya adalah karena makanan. Umumnya
mereka menjadi loyal (mempunyai ikatan) diakibatkan oleh karena mereka kerap
kali diberi makanan atau minuman (keras). Rasa bisa saling berbagi ini
menumbuhkan ikatan yang begitu kuat.
Sebuah cerita menarik pernah dimuat dalam
majalah, ada seorang yang belajar di Jepang, selama di sana ia rajin berbagi
makanan kepada para tentangganya. Tentu saja hal itu menimbulkan rasa heran
karena umumnya masyarakat di sana jarang melakukannya. Ternyata hal itu
menumbuhkan ketertarikan untuk mempelajari agama Islam yang sedemikian luhur
dalam mengajarkan interaksi sosial kepada sesama manusia. Pada akhirnya
kebiasaan berbagi makanan tersebut mampu menjadi jalan terbukanya pintu hidayah
dari Allah. Dari sini jelaslah bahwa anjuran Rasul untuk saling berbagi makanan
meskipun hanya sepotong kikil amatlah bermanfaat.
Bila dalam keadaan normal memberi makanan
sangat dianjurkan apalagi memberi makan kepada mereka yang kekurangan atau
sedang membutuhkan. Seperti kepada saudara-saudara kita yang sedang mendapat
berbagai musibah. Tentu akan sangat bermanfaat bagi mereka. Orang yang pelit
berbagi makanan kepada fakir miskin dan tidak menganjurkannya dianggap sebagai
pendusta agama.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin.” (Al Maa´uun [107]: 1-3)
Begitulah, nampaknya kita harus mulai
membiasakan berbagi makanan yang barangkali selama ini dianggap sepele. Patut
dicatat agama ini sangat apresiatif pun dalam hal-hal kecil yang bernilai
kebajikan.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al Zalzalah [99]:
7)
Sumber: eko-nomisyariah.blogspot.com